Ceria Sepatu Ajaib
Gadis remaja itu mengikat tali sepatunya, bersiap untuk ke sekolah. Sepatu yang seharusnya sudah berada di tempat pembuangan itu masih dipakainya, beberapa hari sekali ia harus mengoleskan lem jika solnya terbuka lagi. Rupanya yang dulu hitam, kini menjadi abu keunguan, kusam, lusuh, bolong disana-sini. Tapi tak apa. Gadis kita ini tidak semelankolis itu, ia tak akan menjadi pemurung atau merasa dirinya harus dikasihani hanya karena sepasang sepatu ajaib miliknya.
Ya, dia suka menamai sendiri sepatunya dengan sebutan âSepatu Ajaibâ, karena baginya sepatu ini sangat kuat dan penurut. Bagaimana tidak? Dengan keadaannya yang sudah tua renta ini dia masih bisa mengantarkan tuannya ke sekolah setiap hari, tidak menolah jika kepanasan, kehujanan, atau saat dijejali lem tiap hari, dia menurut saja.
Gadis itu sampai di sekolahnya, SMP Harapan Bangsa, setelah turun di gerbang dituntunnya sepeda jengki yang ia didapatkan dari bekas sepupunya itu. Baru beberapa langkah ia terhenti,
âCeria!â teriak seorang anak perempuan dari belakangnya, suaranya amat melengking sehingga membuat orang-orang ikut menoleh. Tak terkecuali yang dipanggil, gadis itu, Ceria.
âAda apa, Tri?â jawab Ceria sedikit menunduk, temannya yang teriak, ia yang malu. Tri Ningsih mendekat, berlari kecil sambil membawa sesuatu ditangannya.
âSol sepatumu lepas.â Katanya sambil terengah-engah, tangannya menyodorkan sol sepatu yang banyak bekas lemnya. Ceria melotot, kemudian ia baru sadar bahwa satu kakinya terasa lebih ringan, sol sepatu kanannya lepas. Ia langsung melepas semua alas kakinya, yang tersisa hanya kaus kaki berwarna putih setengah coklat itu.
âTadi jatuh pas kamu naik sepeda, Ria. Orang-orang pada ngelihatin kamu tuh.â Lanjut Tri Ningsih. Ceria mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan benar saja kalau ia telah menjadi pusat perhatian sejak tadi. Astaga.
Setelah itu, mereka buru-buru ke parkiran menaruh sepeda dan langsung masuk ke kelas. Teman-teman satu kelas Ceria heran kenapa ia hanya memakai kaus kaki saja. Bukannya malu, Ceria dan Tri Ningsih malah dengan bahagianya menceritakan kejadian di depan gerbang tadi, saat sol sepatunya lepas, pada teman-teman sekelasnya. Ada yang tertawa terbahak, ada yang mengejek, ada yang berempati meminjamkan sepatu slop karetnya untuk Ceria, dengan senang hati Ceria menerima bantuan itu.
~~~
Sampai di rumah lagi, gadis kita yang tadi lelah dan merebahkan dirinya di kasur. Tangan kanannya memijat-mijat kepala, cuaca hari ini cukup panas sehingga kepalanya sedikit pening. Kemudian ia bangun lagi, diambilnya sepatu tadi kemudian dibolak-balik. Batinnya bertanya-tanya mau diapakan sepatu ini agar bisa digunakan lagi, karena kalau di lem pasti bisa lepas lagi. Lalu ia teringat saran Hestin, teman sekelasnya yang telah berbaik hati meminjamkan sepatu slop karet padanya, kata Hestin ada tukang jahit sol sepatu di dekat pasar yang murah.
Setelah berganti pakaian, Ceria pun bergegas mengayuh sepedanya lagi ke pasar, mencari tukang jahit sol sepatu. Ceria tidak merasa sedih atau malu, baginya tak ada yang bisa dilakukan selain bersabar untuk sementara ini. Hasil jualan nasi kuningnya belum cukup untuk membeli sepatu baru. Nanti jika uang tabungannya telah terkumpul, Ceria akan membeli sepatu yang baru.
0 Response to "Ceria Sepatu Ajaib"
Post a Comment