Eks Dirjen Cukai Sarankan RUU KUP Tak Atur Hal Teknis
Ahli Cukai yang juga mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Permana Agung Dradjattun menyarankan agar Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) tidak memuat hal-hal yang bersifat teknis.
Pasalnya, menurut Permana, RUU KUP merupakan fondasi dan prinsip yang dapat dijabarkan dalam undang-undang terkait lainnya.
"Yang sifatnya teknis operasional ini seharusnya tidak ada dalam KUP, karena KUP itu ketentuan umum, fondasi, prinsip, kriteria yang seharusnya menjadi panutan terhadap uu lain, tapi tidak semua aspek operasional ada dalam KUP" ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panja RUU KUP dengan Komisi XI DPR, Rabu (14/7).
Ia mencontohkan RUU KUP menyebutkan barang-barang yang dikenakan cukai terdiri dari etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan sebagainya. Menurutnya, barang-barang kena cukai itu tidak perlu disebutkan dalam KUP, karena sudah dijabarkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Selanjutnya, ia juga menyinggung soal pajak karbon yang sudah disebutkan dalam UU tentang Cukai terkait dengan pengawasan fisik dan administratif barang kena cukai tertentu yang punya sifat dan karakteristik yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan ketertiban umum.
Sementara, RUU KUP kembali dijelaskan bahwa pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif pada lingkungan hidup.
"Pertanyaan berikutnya, kalau suatu ketika harus ditambah atau dikurangi itu apa harus mengubah KUP lagi? Kan sayang waktunya, prosesnya, dan sebagainya. Jadi, ada hal-hal tertentu yang di dalam KUP tidak perlu disebutkan karena sudah ada dalam uu lain," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan agar pembahasan mengenai RUU KUP tidak berlangsung lama. Pasalnya, dampak implementasi kebijakan fiskal dan moneter membutuhkan waktu enam hingga 18 bulan di lapangan. Ia khawatir ketika kebijakan baru diterapkan sudah tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat.
"Ada time lag sehingga jangan sampai kita tenggelam dalam waktu-waktu ini begitu disetujui dan mulai jalan ternyata sudah tidak dibutuhkan lagi kebijakan ekonomi yang diusulkan," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan pembahasan RUU KUP di tengah pandemi ini tak lepas dari kebutuhan akan peningkatan kemampuan fisikal untuk membiayai pembangunan jangka panjang serta menjaga kesinambungan APBN. Terlebih, selama pandemi covid-19, penerimaan perpajakan merosot.
Secara rata-rata, kata Sri Mulyani, kontraksi penerimaan pajak hampir 2 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Untuk negara berkembang anggota G20, penurunan mendekati 2 persen.
"China sebagai negara pertama yang terkena covid-19, kontraksi pajaknya adalah lebih dari 2,5 persen dari PDB. India sekitar 1,2 persen dan Indonesia juga mengalami pukulan penerimaan sekitar 2 persen dari PDB," ucap Ani, sapaan akrabnya, belum lama ini.
[Gambas:Video CNN]
(ulf/sfr)
0 Response to "Eks Dirjen Cukai Sarankan RUU KUP Tak Atur Hal Teknis"
Post a Comment